MANAJEMEN PENINGKATAN KOMPETENSI APARATUR DALAM MEWUJUDKAN RIAU BERINTEGRITAS
Oleh Ir. Embung Megasari, M.Si
(Widyaiswara Ahli Madya, BPSDM Prov.Riau)
Pendahuluan
Kompetensi aparatur menjadi “pihak” yang bertanggungjawab dalam pengembangan dan pembangunan tatanan pemerintahan. Pergeseran paradigma penyelenggaraan “rule government” menjadi “good governance” sejalan dengan kebijakan sentralistik ke desentralistik, perlu disikapi dan diimbangi dengan sumber daya aparatur yang memiliki kompetensi yang memadai dan sesuai tuntutan nasional dan tantangan kekinian. Persoalan kompetensi aparatur memang merupakan determinan penting mengingat dipundak aparatur memiliki tugas ganda, selain dituntut harus mampu memberikan layanan pada masyarakat secara adil dan transfaran, dan juga harus mampu menunjukkan loyalitas, dedikasi dan etos kerja serta integritas yang tinggi. Tugas ganda tersebut akan dapat terealisasi manakala didukung dengan kompetensi aparatur yang profesional.
Kompetensi bagi aparatur negara menjadi salah satu pertimbangan dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan karier. Selain itu, kompetensi menjadi tuntutan dan kewajiban untuk dimilikinya dengan alasan tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan dalam pelayanan publik, kepemerintahan yang baik, mengimbangi perubahan lingkungan strategis internal dan eksternal, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan pelaksanaan otonomi daerah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 70 ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi.
Salah satu upaya peningkatan kompetensi aparatur adalah melalui pencanangan Riau Berintegitas. Kebijakan ini bersandarkan pada internalisasi nilai-nilai integritas dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam upaya mewujudkan sosok individu aparatur yang profesional, berempati, dan religius.
Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. Integritas juga dapat diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Batasan diatas Dari pengertian tentang integritas ini menunjukan kepada kita bahwa integritas pada diri seorang manusia memegang peranan penting pada kemuliaannya sebagai seorang manusia. Kemudian bagi kehidupan bermasyarakat, adanya integritas pada orang-orangnya akan menjamin adanya tatanan masyarakat yang baik. Ini berarti integritas adalah salah satu penentu keberadaban dan kehebatan suatu bangsa (BPSDM Provinsi Riau, 2017).
Riau Berintegritas memiliki peran strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya aparatur professional dengan kompetensi, sikap dan perilaku sesuai harapan dan fungsinya dalam jabatan tertentu. Namun, beberapa hasil penelitian dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan ini belum memberikan output dan outcome yang kompteten dalam menunjang pemerintah yang bersih (good governance). Kasus korupsi yang menjerat sebagian aparatur di Provinsi Riau misalnya, memperlihatkan bahwa tingkat ketercapaian tujuan kebijakan (the degree of accomplishment) belum seperti yang diharapkan. Keterlibatan aparatur dalam kebijakan ini (dalam berbagai pelatihan dan diklat) bukan saja tidak memberikan kemanfaatan terhadap karir pegawai, namun juga tidak memberikan kemanfaatan bagi organisasi. Hal tersebut lebih banyak disebabkan oleh belum adanya keterkaitan antara kebijakan kepegawaian dengan kebijakan Riau Berintegitas. Manajemen, program, dan materi program masih terpaku kepada ranah kognitif dan psikomotorik, dengan mengenyampingkan ranah afektif. Kompetensi aparatur belum sebanding dengan investasi yang dikeluarkan dan dinamika tuntutan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Keterbatasan kualitas SDM di lembaga pemerintah juga dapat diindikasikan dari kinerja ASN. Sebagaimana dikemukakan oleh Kasim (2007: 2) bahwa dalam kenyataannya kompetensi dan produktivitas ASN masih rendah, dan perilaku yang sangat rule driven, paternalistik, dan kurang profesional. Untuk saat ini, ASN yang kompeten sangat dibutuhkan dalam mengatasi lima persoalan aparatur negara sebagaimana yang dikemukakan oleh Kantor MenPAN (dalam Sanafiah, 2008: 45) berikut ini: Pertama, meluasnya praktik KKN di lingkungan administrasi negara. Kedua, meluasnya praktek in-efisiensi ditandai dengan terjadinya tindakan pemborosan dan tidak hemat dalam kegiatan manajemen dan administrasi pemerintahan di pusat atau daerah. Ketiga, lemahnya profesionalisme dan kesejahteraan aparatur. Keempat, lemahnya moral/etika dan etos kerja aparat negara. Dirasakan betul dalam perkembangan kehidupan pemerintahan tercermin lemahnya disiplin, tanggung jawab, konsistensi dalam bekerja dan kurang mengindahkan nilai-nilai serta norma/etika kerja. Kelima, lemahnya mutu penyelenggaraan pelayanan publik yang terlihat dari banyaknya praktik pungutan liar, tidak ada kepastian, dan prosedur yang berbelit-belit. Dampaknya pada bidang ekonomi adalah ekonomi biaya tinggi, menghambat investasi, memperlambat arus barang eksport-import, kesan bagi masyarakat kurang memuaskan dan citra buruk.
Riau BerintegritasdanKompetensi Aparatur
Implementasi Riau Berintegitas dalam slogan “Riau Prioritas”(profesional, religius, dan berintegritas)dijalankan oleh suatu panitia yang bernama Komite Integritas. Peran komite ini membangun sistem integritas organisasi melalui Penyelarasan/Alignment dan Jaminan Penyampaian Tujuan Organisasi/Assurance) dan berkontribusi dalam pembangunan sistem integritas nasional sesuai dengan peran dan kapasitas organisasi, dengan tugas utama komite adalah untuk mengarahkan dan menjamin ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dalam pembangunan sistem integritas dilingkungan KLOP dan kontribusi untuk sistem integritas nasional.
Riau Berintegritas berada pada tatanan yang tetap dan situasi yang mendukung dalam upaya menuju aparatur yang memiliki komptensi yang baik. Integritas adalah keselarasan pikiran, perasaan, ucapan, dan tindakannya dengan nilai-nilai universal (hati nurani), yaitu selalu berusaha untuk mempunyai niat pikiran dan tindakan yang positif, sehingga mampu untuk menjauhkan dirinya dari keserakahan dan godaan korupsi dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai bagian dari suatu organisasi maupun sebagai bagian masyarakat umum (BPSDM Provinsi Riau: 2017).
Jika dilihat secara mendalam, integritas bisa dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
- Integritas Individu adalah keselarasan elemen manusia (pikiran, perasaaan, ucapan, tindakan) dengan hati nurani (standar kebaikan universal atau nilai-nilai yang disepakati);
- Integritas Organisasi adalah kondisi ketika organisasi dalam melakukan tindakan konsisten sesuai dengan nilai, tujuan dan tugas yang diemban oleh organisasi tersebut melalui penyelerasan dan pengadilan;
- Integritas Pilar dan Nasional adalah sinergi dari beragam organisasi yang berintegritas tinggi untuk mewujudkan sasaran (pilar) bangsa dan suatu kondisi ketika korupsi di Indonesia terkendali.
Konsep integritas pada Executive Brain Assessment diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) dimensi yaitu: 1) kejujuran (honesty) adalah dimensi potensi integritas yang menunjukkan aspek komponen integritas pada kesadaran kebenaran dalam sikap kejujuran, yang terdiri dari aspek empati (empathy), tidak mudah untuk menuduh orang lain bersalah (lack of blame) dan rendah hati (humility); 2) konsistensi (concisten cy) adalah dimensi potensi integritas yang menunjukkan komponen integritas pada konsistensi dalam perbuatan, yang terdiri dari aspek pengendalian emosi (emotional mastery), akuntabel (accountability), dan fokus menyeluruh (focus on the whole); dan 3) keberanian (courage) adalah dimensi potensi integritas yang menunjukan komponen integritas pada keberanian menegakkan kebenaran secara terbuka, yang terdiri dari aspek keberanian (courage), dan percaya diri (self confidence).
Kadar nilai integritas berdasalkan hasil diskusi stakeholder di Indonesia dirumuskan konsep kadar integritas yang teridiri dari 3 tingkat, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.Rendahditandai dengankejujuran mengikuti nurani, yang selalu pasti mengarahkan pada kebaikan dan kebenaran (nilai-nilai universal). Sedangditandai dengan konsisten untuk jujur mengikuti nurani walaupun datang godaan, sedangkan tinggi ditnadai dengan berani untuk konsisten jujur mengikuti nurani walaupun harus menanggung resiko.
Berintegritas adalah suatu sifat, sikap, dan tindakan keseharian setiap insan sebagai wujud aktualisasi dan optimalisasi modal dasar yang ditunjukkan melalui kejujuran, konsistensi, dan keberanian dalam berbuat serta menjaga kebaikan; Integritas : kondisi ketika ketika seluruh komponen bangsa melakukan tindakan sesuai dengan nilai, aturan, budaya, dan tugas yang diemban melalui keselarasan dan pengendalian untuk mencapai tujuan nasional; sehingga suatu kondisi seluruh komponen bangsa sesuai dengan nilai, aturan, budaya, dan tugas yang diemban. Sedangkan budaya integritas adalah kesatuan nilai-nilai yang membudaya, hidup dan berjalan serta mendarahdaging dalam perilaku keseharian setiap insan penyelenggara pemerintahan, masyarakat, dan organisasi pemerintah daerah (BPSDM Provinsi Riau: 2017).
Menurut Rotwell (dalam The ASTD Training and Development Hand Book, 1996: 61), kompetensi dapat dibedakan menjadi empat macam, yakni: (a) Technical competence; (b) Managerial competence; (c) Interpersonal competenceatau social communication competence; (d) Intellectual competence. Spencer & Spencer sebagaimana tertuang di dalam Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan PNS (2003: 11) mengategorikan jenis kompetensi ke dalam dua kategori, yakni threshold competencies dan differentiating competencies.
Kompetensi adalah ciri manusiawi yang merupakan hasil perkalian antara pengetahuan dan keterampilan (Davis dan Newstrom, 1996: 227-228). Kompetensi adalah kemampuan-kemampuan untuk mencapai tujuan organisasi. Kenezevich (1994: 17). Sedangkan menurut Spencer & Spencer sebagaimana dikutip Ruky (2003: 104), kompetensi merupakan “an underlying characteristic of an individual that is casually related to criterion-referenced effective and/or superior performance in a job or situation.” Spencer & Spencer (1993:11) mengutarakan beberapa karakteristik yang membentuk sebuah kompetensi sebagai berikut: (a) Motives; (b) Traits; (c) Self concept; (d) Knowledge; dan (e) Skills.
Putusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil mengelompokkan jenis kompetensi berdasarkan dua kelompok, yakni Kompetensi Dasar dan Kompetensi Bidang. Kompetensi Dasar adalah kompetensi yang wajib atau mutlak harus dimiliki oleh setiap ASN yang menduduki jabatan struktural (pejabat struktural) di lingkungan Instansi Pemerintah. Kompetensi Dasar yang harus dimiliki tersebut terdiri atas: integritas (integrity), kepemimpinan (leadership), perencanaan dan pengorganisasian (planning and organizing), kerjasama (collaboration), dan fleksibilitas (flexibility).
Kelima jenis kompetensi dasar tersebut kemudian diwujudkan ke dalam struktur kompetensi jabatan beserta level kemampuan (proficiency level) yang harus dimiliki untuk setiap jenjang golongan. Berikut ini matriks kompetensi dasar beserta level kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap PNS yang menduduki jabatan struktural.
Tabel 1
Kompetensi Dasar
No | Komptensi Dasar | Kode | Eselon | ||
II | III | IV | |||
1 | Integritas | Int | 3 | 2 | 1 |
2 | Kepemimpinan | Kp | 3 | 2 | 1 |
3 | Perencanaan dan Pengorganisasian | Pp | 3 | 2 | 1 |
4 | Kerja sama | Ks | 3 | 2 | 1 |
5 | Fleksibilitas | f | 3 | 2 | 1 |
Jumlah Bobot yang dibutuhkan | 15 | 10 | 5 |
Sumber: Surat Keputusan BKN Nomor 46A Tahun 2003
Manajemen Kompetensi Aparatur
Dalam rangka mengarahkan sasaran-sasaran manajemen mewujudkan Riau Berintegitas, selain dukungan politik yang menyeluruh, maka dibutuhkan fungsi-fungsi fundamental yang saling berurutan dan terkait yang disebut sebagai fungsi manajemen. Fungsi ini mengkoordinasikan komponen-komponen dasar sehingga hasil yang hendak dicapai selaras dengan tujuan-tujuan awal yang telah direncanakan. Konponen tersebut menurut Terry dan Rue (1993: 9) meliputi: (a) planning; (b) organizing;(c) staffing; (d) motivating; dan (e) controlling.
a.Planning (perencanaan)
Perencanaan mencakup rancangan dari suatu program-program yang yang berkaitan dengan pencapaian Riau Berintegritas. Konsep ini meliputi beberapa landasan, yaitu visi, misi dan tujuan program, langkah atau prosedur dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan, menjadi alat kontrol pengendalian, memuat rumusan hasil yang ingin dicapai, dan proses pengembangan yang dicapai pada masa yang akan datang.
Perencanaan budaya integritas pada dasarnya telah dirumuskan pada tingkat nasional dalam Kesepakatan dan Rekomendasi Rembuk Integritas Nasional III tahun 2017 di Yogyakarta. Rumusan yang dihasilkan pada kegiatan tersebut adalah:
- Strategi dan skenario pencapaian 1000 Grade A Pembangunan Budaya Integritas pada tahun 2030 melalui peningkatan keterkaitanLevel of Engagement) dan kualitas berbagi (Level of Sharing) pada level Nasional maupun masing-masing KLOP.
- Operasionalisasi Dewan Integritas Nasional sebagai satu kesatuan dan lembaga indepeden untuk pemastian terintegrasi pembangun budaya integritas nasional dengan dukungan National Risk Management dan National Human Capital.
- Mitigasi resikopembangunanBudaya Integritas Nasional pada tataran individu, organisasi dan kepemimpinan melalui:
- Penyusunan kode etik dan pedoman perilaku serta implementasi pengembangan tunas integritas;
- Pemastian rekrutmen pemimpin dan tokoh berintegritas melalui instrumen pengakuan penyimpangan masa lalu;
- Pengefektifan regulasi nasional terkait inovasi yang mengakomodir kekhususan keunggulan daerah/KLOP (visium), kode etik dan perilaku KLOP, Pengembangan core compentence dan pada struktur
- Berkomitmen untuk memperbaiki kebijakan tata kelola dana desa, penguatan kapasitas, kapabilitas dan integritas perangkat dan pendamping desa serta meningkatkan sinergi pengawasan dana desa.
Sebelum rembuk nasional tersebut, program yang berkaitan dengan integritas telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Riau sejak tahun 2015 dan 2016. Pada tahun-tahun awal ini, kegiatan yang dilaksanakan umumnya berkaitan dengan pembentukan payung hukum training of trainer (TOT). Kegiatan tersebut meliputi pembentukan Peraturan Gubernur Riau Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi, pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi, Penandatanganan komitmen bersama Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi, Workshop Pembentukan Komite Tunas dan Sistem Integritas bersama KPK, Bimtek Pengendalian Sosialisasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Deklarasi Anti Gratifikasi Gubernur Riau bersama Bupati dan Walikota Se-Provinsi Riau, launching Pembangunan Zona Integritas, dan lain sebagainya.
Sedangkan pada tahun 2017, kegiatan yang dilaksanakan bersentuhan lansung dengan capaian integritas yang mencakup pada khalayak yang lebih luas. Kegiatan-kegiatan tersebut misalnya Pembentukan Tim Efektif Pembangunan Budaya Integritas Provinsi Riau, penyusunankurikulum dan modul pembelajaran pembangunan budaya integritas, penanaman nilai-nilai budaya integritas dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Pegawai Negeri Sipil, pembentukan Sekretariat Komite Integritas Provinsi Riau, dan lain-lain.
b.Organizing (pengorganisasian)
Mewujudkan Budaya Integritas, Pemerintah Provinsi Riau telah membentuk lembaga khusus yang diberi nama Komite Integitas yang berada di bawah BPSDM Provinsi Riau. Komite ini mengusung slogan “Menghulu Budaya Melayu, Menghilir Riau Berintegritas.” Komite dan slogan tersebut menjadikan bukti bahwa organisasi yang dibangun untuk membentuk budaya integritas dalam Riau Berintegitas telah memiliki pondasi yang kuat.
Di dalam komisi integitas, telah disusun 7 Komponen Komite Integritas yang merupakan dasar dari merencanakan, melaksanakan, mengawal dan evaluasi program Pembangunan Budaya Integritas yang langsung berada di bawah gubernur. Komponen tersebut harus dibangun dengan sinergi lintas organisasi dan lintas sektor, dimana implementasinya tidak hanya sebatas “ada” namun harus mencapai kematangan implementasi (efektif dan berdampak).
Tabel 2
7 Komponen Integritas
No |
KOMITE INTEGRITAS |
Skala Kematangan Program | ||
ada | Efektif | berdampak | ||
1 | 2 | 3 | ||
1 | Pengendalian Posisi Kunci | 1 | ||
2 | Talent Managemen | 2 | ||
3 | Pengendalian Strategis Korupsi | 3 | ||
4 | Penyelarasan Visi dan Misi | 2 | ||
5 | Penyelarasan Sistem Birokrasi dan Sistem Politik | 2 | ||
6 | Combined Assurance Plus | 1 | ||
7 | Suppor Tunas Integritas | 2 | ||
5 | 8 | 3 | ||
61, 90% |
Sistem integritas juga telah dibangun dengan pengukuran 16 komponen integritas yang dapat dijadikan dasar dan referensi bagi setiap OPD dalam menyelaraskan dengan nomenklatur yang terkait dengan pencegahan KKN, Pembangunan Budaya Integritas, perbaikan pelayanan publik, Penataan SOP dan sebagainya sesuai dengan tujuan organisasi.
Tabel 3
16 Komponen Sistem Integritas
No |
SISTEM INTEGRITAS |
Skala Kematangan Program | ||
ada | efektif | berdampak | ||
1 | 2 | 3 | ||
1 | Seleksi dan Keteladanan Pimpinan | 1 | ||
2 | Kode Etik dan Pedoman Prilaku | 2 | ||
3 | Analisis Resiko (Managemen Resiko) | 3 | ||
4 | Peran Pengawasan Internal | 2 | ||
5 | Program Pengendalian Grafikasi | 2 | ||
6 | Revitalisasi Laporan Harta Kekayaan | 1 | ||
7 | Whistele Blower System (WBS) | 2 | ||
8 | Evaluasi Eksternal Integritas | |||
9 | Post Employment | |||
10 | Pengungkapan Isu dan Uji Integritas | 2 | ||
11 | Managemen SDM | 1 | ||
12 | Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja | 1 | ||
13 | Pengadaan Barang dan Jasa | 2 | ||
14 | Kehandalan SOP | |||
15 | Keterbukaan Informasi Publik | |||
16 | Pengelolaan Aset | 1 | 2 | |
5 | 13 | 3 | ||
45,83% |
c.Staffing (Kepegawaian)
Kompetensi aparaturdalam teknis penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dinyatakan bahwa kompetensi diklat mencakup tiga ranah, yaitu:
- Ranah kognitif, yaitu penampilan yang ditunjukkan peserta dalam perubahan/peningkatan pengetahuan dan intelektual.
- Ranah sikap, yaitu penampilan yang ditunjukkan peserta dalam perubahan minat, sikap dan nilai-nilai.
- Ranah keterampilan, yaitu penampilan yang ditunjukkan peserta baik yang bersifat intelektual maupun bersifat laku atau gerak yang dikuasai dan dilakukan dengan tepat sesuai kecepatan tertentu. Khususnya mengenai kompetensi, pengetahuan dan keterampilan pegawai, maka perlu dilakukan uji kompetensi untuk mengetahui sejauhmana kompotensi yang dimiliki pengawai.
Uji kompetensi ini lebih lanjut akan menjadi dasar untuk sertifikasi kompetensi pegawai. Sertifikasi ini akan menjadi indikator bahwa seorang pegawai telah memenuhi kriteria-kriteria kompetensi yang ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini hasil yang diharapkan adalah efisiensi, efektifvitas, produktivitas dan pelayanan prima. Untuk mengetahui hasil akhir tersebut dapat dilakukan studi penelusuran (tracer study), yaitu dengan menelusuri para alumni untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi. Selain itu juga dilakukan penilaian kinerja alumni (performance appraisal) yang bertujuan untuk memastikan apakah ada peningkatan secara signifikan kinerja peserta pelatihan setelah mengikuti Diklat.
Sementara untuk pengembangan model yang berkelanjutan (sustainable model) mencakup tiga hal, yaitu masalah pengembangan personal, profesional dan karir. Pengembangan personal ini lebih terkait dengan pengembangan kualitas diri, sehingga berhubungan sikap dan perilaku. Sementara pengembangan profesional ini berhubungan dengan masalah kompetensi yang terkait dengan pekerjaan sehari-hari. Dari hasil akhir tersebut selanjutnya didapatkan umpan balik guna merumuskan kembali visi, misi, kebijakan, strategi, program dan tujuan organisasi yang baru.
Riau Berintegritas melalui lembaga terkait telah berupaya menyediakan sarana dan prasarana baik fisik maupun nonfisik, termasuk aparatur yang akan menjalankan program tersebut. Upaya peningkatan kompetensi sumber daya manusia dilalui dengan mengikutsertakan pegawai dalam berbagai bentuk pelatihan dan seminar, seperti Management Of Training (MOT), Training Offiser Course (TOC), dan Training of Trainer (TOT). Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia, sehingga output yang dihasilkan dari progam ini telaksanana dengan baik.
Kedisiplinan pegawai cukup baik ditandai dengan tidak ditemukannya pegawai yang melanggar larangan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Hal lain sebagai upaya untuk mendisiplinkan pegawaiadalah dengan mengadakan apel pagi sebagai sarana untuk mematuhi kewajiban ASN yang diatur dalam PP 53 tahun 2010 pasal 3 bagian kesatu tentang disiplin ASN yaitu mentaati ketentuan jam kerja.
d.Motivating (Penghargaan)
Pemberian penghargaan terhadap aparatur yang berprestasi diperlukan dalam meningkatkan kinerja dan mendorong motivasi kerja dari aparatur sipil negara. Pemberian penghargaan bertujuan untuk memberikan motivasi ASN dalam meningkatkan kinerjanya, pendorong aparatur lain untuk menunjukan prestasi kerja secara kompetitif dan memujudkan panutan dalam bekerja dan berkarya. Namun di dalam program Riau Berintegitas, penghargaan belum menjadi bagian dari program kerja.
Secara hukum, pemberian penghargaan kepada ASN telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, dan Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2016 tentang Pemberian Penghargaan Kepada Pegawai Negeri Sipil Berprestasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
Program yang selama ini dilaksanakan lebih menitikberatkan kepada sosialisai dan pendidikan dan pelatihan Riau Berintegitas, dan belum optimal kepada motivating atau penghargaan. Hal ini terlihat banyaknya program-program yang berkaitan dengan kegiatan tersebut.
d.Controlling (Pengawasan)
Pemberlakuan standar khususdalam pengawasan progres dari implementasi Riau Berintegitas mengindentifikasikan kebijakan ini memiliki kekuatan dalam dapur pacunya. Standar progres tersebut dituangkan di dalam poin dan indikator progres Riau Berintegitas yang terdiri dari: Penataan dan Penguatan Organisasi; Penataan Tatalaksana; Penataan Peraturan Perundangan; Penataan SistemManajemen Sumber Daya Manusia Aparatur; Penataan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia Aparatur; Penguatan Pengawasan; dan PenguatanAkuntabilitas.
Di dalam penerapan implementgasi suatu program, faktor utama yang perlu diperhatikan adalah sumber daya manusia, kurikulum, sarana dan prasararana, anggaran, informasi, dan melakukan upaya analisis lingkungan baik internal maupun eksternal. Masing-masing komponen masukan tersebut saling terkait dan saling mendukung dalam aktivitasnya pada organisasi. Namun demikian, masukan berupa sumber daya manusia merupakan unsur masukan yang paling penting peranannya. Guna menjamin lembaga-lembaga terkait memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, maka dituntut untuk melakukan uji kompetensi yang diikuti dengan adanya sertifikasi kompetensi.
Pelaksanaan analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat), juga diperlukan sehingga lingkungan internal dapat diketahui kekuatan dan kelemahan, sementara dari lingkungan eksternal dapat diperoleh informasi tentang peluang dan ancaman. Pada tahapan proses ditetapkan standar baik secara kualitas, kuantitas, maupun pendanaan. Standar-standar ini perlu ditetapkan dengan harapan dalam pelaksanaan informasi semua komponen input telah sesuai dengan yang dibutuhkan, sehingga lebih lanjut pelaksanaan akan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam proses reformasi dilakukan berbagai upaya pembenahan terhadap aspek-aspek sumber daya organiasi, mulai dari pemberian pelatihan terhadap pegawai, pembenahan fasilitas, pembenahan kurikulum dan penyediaan anggaran yang lebih memadai. Keluaran yang diharapkan yaitu pengembangan sumber daya manusia yang dapat menghasilkan aparatur yang kompeten, terampil, berpengetahuan dan memiliki sikap yang baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kebijakan Riau Berintegitas melalui Komite Integitas, BPSDM Provinsi Riau, dan lembaga terkait lainnya, pada dasarnya masih berada pada tahap perencanaan, pembangunan organisasi, dan persiapan dari program pengawasan. Program ini belum menyentuh kompetensi SDM dan penghargaan kepada aparatur yang memiliki nilai-nilai integritas yang baik. Selain itu, implementasi kebijakan Riau Berintegritas belum optimal, diindikasikan belum adanya Grand design/ Master Plan dari reformasi sumber daya manusia.
Visi, misi, kebijakan, strategi, program dan tujuan yang telah ditetapkan oleh Komite Integitas dan BPSDM Provinsi Riau membutuhkan banyak usaha untuk dapat mencapainya, sehingga hasil akhir dari program ini tidak akan tercapai pada 2023 sebagai mana yang telah dicanangkan. Motivasi atau penghargaan kepada aparatur yang memiliki kompeteni intergiras belum tergambar di dalam program-program yang telah atau yang akan dilaksanakan.
Program evaluasi kebijakan telah terprogram dengan baik walau belum dijalankan dengan maksimal, dan pelaksanaan kuantitas kediktlatan, raker, dan program lainnya yang berkaitan dengan Riau Berintegtias telah dijalankan seiring dengan pencapaian visi Riau Berintegritas 2023.
Saran
Komite Intergitas melalui pengawasan BPSDM Provinsi Riau perlu menyusun Grand Design/Master Plan dalam implementasi Riau Berintegitas yang dapat menghasilkan prioritas-prioritas utama yang harus disusun menyonsong capain yang telah direncanakan pada 2030. Analisis kebutuhan SDM diperlukan sebagai standarisasi dalam melaksanakan berbagai program-program yang telah atau yang akan dilakanakan, termasuk standarisasi pembiayaan. Komite Integritas dan BPSDM perlu melakukan pembinaan evaluasi secara periodik untuk memantau program dari implementasi Riau Berintegitas.
Menyusun perencanaan formasi aparatur secara kualitas dan kuantitas di lingkungan BPSDM Provinsi Riau ataupun lembaga-lembaga terkait lainnya. Penetapan standar kompetensi kerja aparatur di Komite Integritas untuk memastikan bahwa setiap aparatur telah memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas yang dibutuhkan, dan penetapan standarisasi program pendidikan dan pelatihan Riau Berintegitas baik menyangkut tenaga ahli, kurikulum, peserta, sarana dan prasarana, serta pembiayaan.
Daftar Pustaka
Adair, John. (1998). Effective Decision Making, Calcuta: Rupa & Co.
Bernadin, H. J. & Russel, J. A. 1998. Human Resources Management: An Experiential Approach. New York: MacGraw-Hill Book Company.
Black, James A. & Dean J. Champion. (1992). Metode dan Masalah Penelitian Sosial, penerjemah E. Koeswara, Dira Salam, dan Alfin Ruzhendi, Bandung: PT Eresco.
Boeuf, Michael Le. 2000. Kiat Kerja, terjemahan Haris Munandar, Jakarta: Mitra Utama.
Dwiyanto, Agus. 2003. Reformasi Tatapemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada.
Hasibuan, Malayu S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta, Bumi Aksara.
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta, CIDES.
Miles, Matthew B dan Huberman A Michel. (1992). Analisis Data Kualitatif, Terjemahan Rohani Rohidi. Jakarta: UI Press.
Mulyana, E. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Notoadmojo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta, Rineka Cipta.
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan PNS.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai.
Simanjuntak, J. Payaman. (1996). Modul Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Balai Pustaka
Sulistiani, Ambar T dan Rosidah. (2003) Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta, Graha Ilmu.
Tim BPSDM Provinsi Riau. 2017. Panduan Komite Integritas Provinsi Riau. Pekanbaru: Pemerintah Provinsi Riau.
Tim BPSDM Provinsi Riau. 2017. Pembangunan Budaya Integritas. Pekanbaru: Pemerintah Provinsi Riau.