Orang Riau Jadi Cawapres, “Roh” UAS Mendongkrak Suara
Pandangan Pakar Politik Unilak
RiauKepri.com, PEKANBARU- Masyarakat Indonesia telah mengetahui pasangan Capres-Cawapres yang akan maju di pentas Pilpres 2019 mendatang.
Setelah Jokowi menggandeng Ketua MUI KH Maruf Amin sebagai cawapres, Kamis (9/8), dan secara mengejutkan malam harinya giliran Prabowo mengumumkan Cawapres untuk maju di 2019, yaitu orang Riau, Sandiaga Salahuddin Uno.
Sandiaga Uno yang lahir di Rumbai Pekanbaru, 49 tahun lalu ini menjadi orang Riau pertama yang maju sebagai cawapres Indonesia.
Menurut pengamat politik Universitas Lancang Kuning (Unilak), Alexsander Yandra S.IP.M.Si, bahwa publik tidak terlalu kaget dengan pilihan Prabowo ini karena Sandiaga Uno selain kader Partai Gerindra dan orang dekat Prabowo, Sandi juga merepresentasikan pemilih milenial di Indonesia yang hampir 50 juta pemilih.
“Isu yang berkembang antara Prabowo dan Sandiaga adalah representasi dari gabungan nasionalis dan milineal religius,” ungkap Alexsander.
Ketika ditanya untuk di Riau apakah mampu mendongkrak perolehan suara? Alexsander melihat bahwa Ini tergantung kekuatan elektoral Sandiaga Uno di Riau dan Sumatera, soliditas partai, kader dan simpatisan di daerah juga sangat berperan, dan terlebih.
“Solidnya ini juga tergantung kepada visi yang diusung, taktik, dan logistik diantara partai pengusul serta kemampuan mempengaruhi pemilih akar rumput. Pengaruh besar untuk mendongkrak suara ada pada nama besar UAS,” ungkap Alexsander.
Alasannya, jika bicara Riau maka ada nama ulama besar Ustadz Abdul Somad yang mencuap menjadi Cawapres Prabowo. Sebelumnya namun UAS menolak dan fokus pada profesinya, jika kominkasi politik ini terbangun maka nanti bisa menjadi bagian penting dalam kampanye, apalagi dukungan sesama orang Riau, dan UAS punya pengaruh besar terhadap umat Islam.
Sejak Sandiaga maju sebagai calon wakil gubernur DKI dan dilantik, dia sudah semakin dikenal oleh masyarakat Riau.
Alexsander menjelaskan, jika berkaca pada Pilpres tahun 2014, Prabowo itu menang di kota Pekanbaru dan Kampar, sementara Jokowi menang di 10 Kabupaten di Riau, dan untuk jumlah pemilih, pemilih di pesisir lebih sedikit dibanding daratan jika bicara demografi politik. Politk itu dinamis jika prabowo 2014 menang di Riau belum tentu juga menang 2019 atau sebaliknya prabowo bisa meraup suara dua kali lipat dari sblumnya krn pengaruh sandi yang orang riau serta kemampuan dalam merawat pemilh.
Disinggung mengenai pasangan Jokowi memilih Ketua MUI KH Maruf Amin, Alexsander yang lulusan Pascasarjana Universitas Andalas mengatakan, preferensi pilihan politik Jokowi memilih ketua MUI yang notabene ulama adalah bentuk gabungan nasionalis dan religius yang representasikan spirit kebangsaaan dan keumatan, karena sosok kiyai yang besar pengaruhnya terhadap santri apalagi Maaruf Amin profesional dan cucu dari salah satu imam Masjidil Haram.
“Dalam perspektif politik pilihan terhadap kiyai Maaruf karena orang senior di PBNU yang nanti tidak akan menggangu posisi Muhaimin Iskandar dimuktamar PKB dan PDIP pada pemilu 2024,” ujar Alexander. (RK7)