Sumbangan Darah

Oleh Hang Kafrawi  

Hidup ini ibarat roda; sesekali berada di atas, sesekali pula berada di bawah. Hal ini menandakan bahwa manusia hidup di muka bumi saling memerlukan satu dengan yang lainnya. Ketika berada di atas, tidak lupa dengan orang yang berada di bawah, sehingga ketika kita berada di posisi bawah, orang yang berada di atas akan mengingatkan kita pula. Inilah hidup, satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan tidak akan pernah lepas sampai kematian datang menjemput.

Entah mengapa, tiba-tiba saja pikiran Atah Roy bermain di wilayah hubungan antar manusia ketika menerima pesan di telepon genggam androidnya. Setelah membaca pesan itu, rasa iba sekaligus rasa heran bercampur menjadi satu dalam pikiran Atah Roy. Atah Roy benar-benar tidak menyangka, Jang Gagak yang selama ini dikenal sebagai pengusaha sukses di kota dan mempunyai banyak kawan dan bawahan, tak berdaya berhadapan dengan darah. Darah? Ya, darah.

Atah Roy kembali membaca pesan di telepon genggamnya. “Assalammualaikum saudara semuanya. Pak Musral (Jang Gagak) mengalami kecelakaan pagi tadi, dan sekarang dirawat di Rumah Sakit Cinta Kasih. Kondisinya sangat memprihatinkan dan memerlukan darah golongan O sebanyak 10 kantong. Kebetulan di rumah sakit dan PMI tidak memiliki stok darah golongan O, kami berharap dan bermohon bantuan saudara yang bergolongan darah O mendonorkan darah. Terima kasih atas bantuan yang saudara berikan. Untuk segala biaya akan ditanggung pihak keluarga.”

Atah Roy menitikan air mata. Atah Roy menyimpulkan dalam pikirannya; ini bukan masalah duit, tapi ini masalah persaudaraan dan membantu sesama manusia. Sudah lima jam Jang Gagak dirawat di rumah sakit, namun darah yang diperlukan baru terkumpul tiga kantong.

Baca Juga :  Dinas Pariwisata Taja Pergelaran Laman Bujang Mat Syam

Inilah yang mengkhawatirkan Atah Roy. Apakah benar-benar sudah terkikis rasa empati orang-orang kota sehingga untuk mendonorkan darah mereka pun engan. Padahal dari artikel yang dibaca Atah Roy dari website, donor darah itu sangat bermanfaat dan berfaedah bagi yang memerlukan darah dan si pendonor darah tersebut. Seharusnya, bisik Atah Roy dalam hati, kalau kesadaran mendonorkan darah ini muncul dalam diri manusia di manapun berada, maka tidak akan ada lagi rumah sakit atau PMI kekurangan darah apapun.

Ketika Atah Roy sedang bermenung durja, tiba-tiba Leman Lengkung datang dengan terengah-engah. Melihat Leman Lengkung datang seperti itu, tentu Atah Roy terkejut dan darah pendekar mengalir cepat di tubuh Atah Roy, hampir saja Leman Lengkung terkena pukulan tangan kanan Atah Roy.

“Apelah Atah ni, asik nak mengeluarkan jurus mendadak aje kalau saye datang,” ucap Leman Lengkung masih dengan nafas terengah-engah.

“Dikau tu datang macam hantu sempadan, membuat aku tekejut aje. Ape masalah dikau ni, Man?” tanya Atah Roy.

“Ini, Tah, anak Pak Cik Usup Cacing jatuh dari batang rambai. Sekarang die dirawat di Puskesmas, perlu darah banyak,” jelas Leman Lengkung.

Perasaan Atah Roy seperti gelombang pasang menghempas ke pantai. Tidak tentu arah. Wajah Atah Roy mendadak pusat pasi. Atah Roy teringat Jang Gagak sedang terkapar di rumah sakit yang sampai saat ini belum cukup mendapatkan darah. Atah Roy pun membuat kesimpulan bahwa anak Usup Cacing akan lebih parah lagi untuk mendapatkan darah di kampung ini.

Baca Juga :  Menarik, Dialog Budaya Rajo Dubalai Andiko 44 dengan LAMR

Melihat wajah Atah Roy mendadak berubah, Leman Lengkung menjadi heran. Tidak biasanya Atah Roy seperti ini ketika mendapat kabar apapun juga. Baik itu kabar duka ataupun kabar gembira, Atah Roy akan menanggapi dengan santai.

“Ngape wajah Atah berubah pucat ni?” Leman Lengkung penasaran.

“Macam mane kondisi anak Yusup tu sekarang, Man?” suara Atah Roy agak bergetar.

“Alhamdulilah, sudah ditangani dokter di Pukesmas,” jawab Leman Lengkung tanpa beban.

“Itu aku tahulah, di Pukesmas tentu dokter yang menanganinye, yang aku khawatirkan, macam mane darah yang diperlukan anak Yusup tu,” ucap Atah Roy.

“Beres semue, Tah. Atah tak perlu lagi menyumbang darah Atah. Macam sekampung orang datang hendak menyumbang darah mereke, Tah, berlebih-lebih,” jelas Leman Lengkung pasti.

Atah Roy tak mampu menahan air mata menderas meluncur ke pipinya. Ia betul-betul terharu dan rasa iba menyeruak dari pikirannya. Atah Roy teringat kembali kepada Jang Gagak yang sedang terbaring di rumah sakit di kota.

“Kenape Atah tibe-tibe menangis ni? Ade masalah ape, Tah?” Leman Lengkung ikut iba melihat bapak saudaranya sedih.

“Pak Cik dikau, Jang Gagak, sedang dirawat di rumah sakit kota. Dari kabar aku dapatkan, sudah lime jam die dirawat, namun baru tige kantong darah yang die dapat, padahal die perlu 10 kantong,” ucap Atah Roy dengan air mata.

Baca Juga :  Syamsuar: Film Iqro 2 Mengajarkan Anak Jadi Cerdas dan Sholeh

“Pak Cik Jang tu sa…”

“Jangan dikau memburukkan orang yang sedang sakit, Man! Itu tak ade gunenye! Sekarang, bagi orang yang sehat macam kite ini harus berpikir menolong orang yang sedang sakit, bukan memburuk-buruk orang! Dikau ingat itu, Man, aku tidak pernah mengajo dikau macam ini! Ingat tu, Man!” ucap Atah Roy mematah kalimat Leman Lengkung.

Leman Lengkung terdiam seribu bahasa. Ia hanya mampu menundukkan kepala tanda Leman Lengkung menyesali dengan sikapnya.

“Dikau ade kawan di kota tu, Man?” suara Atah Roy lirih.

“Ade, Tah,” jawab Leman Lengkung.

“Sekarang, dikau kontak kawan dikau tu, ajak kawan-kawan die yang lain, terutame golongan darah O, untuk menyumbang darah mereke untuk Jang Gagak. Bisa?” ucap Leman Lengkung.

“Ye, Tah. Aman. Kawan saye dan kawan-kawan die lainnye memang selalu membantu menyumbang darah setiap tige bulan sekali. Saye kontak die sekarang ye, Tah,” jawab Leman Lengkung.

“Lebih cepat, lebih bagus, Man. Inilah yang bisa kite bantu untuk Pak Cik dikau tu. Kalaupun kawan dikau tu belum dapat orang untuk menyumbang darah, sekampung kite berangkat ke kota untuk menyumbang darah,”  ucap Atah Roy.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *