Kemarau Panjang, BP Batam Buat Hujan Buatan

RiauKepri.com, BATAM – Saat ini Pulau Batam mengalami kemarau yang berkepanjangan yang bermula sejak 2018 sampai dengan 2020, sehingga tampungan air baku di waduk-waduk menurun.

Penurunan tinggi muka air di waduk ini juga terkait dengan tingginya kebutuhan air bersih, baik untuk masyarakat maupun kawasan industri.

Curah hujan rata-rata yang turun di Kota Batam juga mengalami penurunan, yaitu dari rata-rata 2.200-2.400 mm menjadi 1.800 mm, sehingga sangat berdampak terhadap ketahanan waduk dalam menyediakan air baku sesuai dengan kapasitas desainnya.

Badan Pengusahan (BP) Batam bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah melakukan usaha untuk menambah volume air baku di Pulau Batam.

Untuk pertama kalinya, wilayah Batam menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan untuk mengisi cadangan air Waduk Duriangkang yang menopang kebutuhan air baku Kota Batam.

Pada dasarnya hujan buatan merupakan aplikasi dari suatu teknologi. Hal ini dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti menambah curah hujan, mengurangi hujan es, dan mengurangi kabut.

Baca Juga :  Jefridin Pimpin Persatuan Masyarakat Riau Kota Batam

Namun, di Indonesia, TMC biasanya digunakan untuk mengisi waduk, membasahi lahan gambut, memadamkan karhutla, atau mengurangi curah hujan penyebab banjir. Dalam hal ini, TMC digunakan di Batam untuk menambah volume air hujan agar dapat mengisi waduk-waduk yang ada di Pulau Batam.

Sebelumnya pada tanggal 8 Mei 2020 telah dilaksanakan penandatanganan MoU antara Kepala BP Batam dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Direktur Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan dengan Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT.

Kepala BP Batam yang juga Walikota Batam, Muhammad Rudi dan Kepala BPPT, Hammam Riza, melangsungkan pertemuan pada Kamis (18/6/2020) guna melakukan koordinasi dan melihat perkembangan dari TMC yang sudah dilakukan selama sepekan terakhir.

“Barusan saya bertemu dengan Kepala BPPT, kita telah melaksanakan MoU terkait Teknologi Modifikasi Cuasa (TMC) untuk mengatasi permasalahan air di Kota Batam,” kata Rudi.

Lanjut Rudi, kegiatan ini dimulai dari tanggal 11 Juni 2020 dan mungkin akan dilanjutkan sampai sebulan ke depan. Ia berharap dengan adanya kerja sama ini dapat menyelesaikan permasalahan air baku di Batam.

Baca Juga :  Rugi Tegaskan Pendidikan Nomor Satu

“Tentunya kita mengharapkan kerja sama ini dapat menyelesaikan permasalahan air baku di Kota Batam, sehingga supply air tidak terganggu dan suatu waktu proses air di Kota Batam bisa sempurna,” harapnya.

Kepala BPPT, Hammam Riza menyampaikan, terkait penerapan TMC tersebut, yakni hujan buatan itu adalah upaya untuk mempercepat turunya hujan, tentu saja ini membutuhkan teknologi atmosfer.

Kemudian kemampuan kita untuk bisa menentukan kapan saat yang tepat untuk melakukan teknologi modifikasi cuaca.

“Hal ini sangat tergantung dari kondisi awan, arah angin, serta seluruh indikator-indikator yang terkait dengan cuaca. Dengan demikian kita melaksanakan upaya menyemai awan supaya bisa kondensasi atau pengembunan yang nantinya akan menghasilkan hujan,” ucap Riza.

Riza berharap, Batam akan terus berupaya untuk mengelola lingkungan dengan baik. Kota Batam harus terus memperkuat upaya untuk mengelola lingkungan dengan lebih baik, khususnya dalam ketersedian air.

Baca Juga :  Polisi Datangi Lokasi Balap Liar di Bengkong

“Dalam melakukan mitigasi terhadap potensi resiko bencana alam. Tentunya BPPT sangat mendukung semua upaya ini karena pada akhirnya tugas BPPT melakukan pengkajian dan penerapan teknologi yang sesuai kebutuhan masyarakat,” tuturnya.

Lanjutnya, dalam sepekan terakhir BP Batam dan BPPT melaksanakan penerapan teknologi modifikasi cuaca. Tim BB TMC BPPT menggunakan pesawat Piper Cheyenne II dan untuk inisiasi di awan digunakan Flare Hygroskopic ICE Chrystal.

Sementara itu, Budi Harsoyo, Koordinator Tim TMC mengatakan, sejauh ini yang sudah dilakukan sejak tanggal 11 Juni 2020, dengan menghitung intensitas curah hujan, kemudian kami crop dengan daerah tangkapan air (catchment area) waduk.

“Terhitung hasilnya 32 juta meter kubik. Jika dilihat dari TMA (titik mati atas) nya memang tidak terlalu terlihat, tetapi ada peningkatan sekitar 9 cm sejak pertama kali,” ungkapnya. (RK14/*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *